Kamis, 24 Januari 2013

Uang Javasche 1815 - 1873

Pada masa Hindia Belanda, untuk memperlancar berbagai urusan maka pada tahun 1828 didirikanlah sebuah bank dengan nama De Javasche Bank yang kemudian mengeluarkan mata uang yang dibuat dari unsur logam (perak, tembaga dan nikel) dan uang kertas yaitu gulden, ringgit, cent, ketip, dan benggol. Beberapa tahun kemudian dibuka perkebunan yang menanam tanaman ekspor antara lain di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Pada masa itu perkebunan diperbolehkan mengedarkan mata uang yang berlaku khusus di wilayah perkebunan itu sendiri yang disebut dengan uang token*).

Hal menarik dari uang token atau sering disebut dengan uang kebon ini adalah mengenai lingkup pemakaiannya. Uang ini sepintas memang memiliki fungsi yang sama dengan mata uang pada umumnya yaitu sebagai alat tukar, namun pemakaian mata uang ini hanya berlaku di wilayah perkebunan saja. Dengan kata lain uang token / uang kebon  tidak berlaku di luar wilayah perkebunan.

Perkembangan Perkebunan dan ekonomi tidak lepas dari alat pembayaran dan tukar menukar yang sah, yaitu: uang atau mata uang yang dipakai. Javasche Bank sebenarnya sudah mengeluarkan uang dari tahun 1815 hingga 1920.

Seri uang Creatie (1815)

Seri Creatie 1815
Uang ini merupakan surat kredit pemerintah Belanda, terdiri dari pecahan 1, 5, 10, 25, 50, 100, 300, 600 dan 1000 gulden.

Seri Recepis Perak (1846)

Seri Recepis Perak 1840
Seri Recepis atau disebut juga Recepis Perak (1846) terdiri dari pecahan 1, 5, 10, 25, 100, 500 gulden.

Seri Bingkai I (1864-1903)

Seri Bingkai I 1864
Seri Bingkai I mulai edar tahun 1864 hingga 1903. Seri ini terdiri dari pecahan 5, 10, 25, 50, 100, 200, 300, 500 dan 1000 gulden.




Perang Sunggal 1872

Dato' Sunggal
Karena Keuntungan yang sangat menjanjikan dari perkebunan tembakau, maka berdatanganlah maskapai - maskapai dan para kapitalis asing meminta tanah kepada Sultan Deli, sehingga akhirnya tidak ada lagi tanah yang dapat diberikan kepada pada penduduk asli pada masa itu. Sultan Mahmud selalu dengan gampangnya memberikan tanah kepada maskapai-maskapai kolonialis . 

Keserakahan maskapai-maskapai perkebunan Belanda inilah membuat masyarakat Sunggal menentang perluasan perkebunan Belanda serta mengancam Kesultanan Deli. Kepala di Timbang Langkat, SULONG BARAT (anak dari DATO' JALIL adik dari Dato' KECIL, Paman dari Dato' Sunggal: BADIUZZAMAN SRI DIRAJA) mengumpulkan pasukan untuk mengancam Kesultanan Deli. 

Melihat pergolakan yang dilakukan oleh Sulong Barat, Atas nama Sultan Deli, Belanda pun mengirim Ekspedisi Militer I dibawah Kapten Koops dari Riau. Berkat bantuan dari Gayo dan Senembah, Sunggal berhasil mengalahkan Belanda dan membakar perkebunan di Sunggal dan medan sekitarnya.

Tak cukup saja dengan itu, Pada tanggal 10 Juli 1872 Belanda pun mendatangkan kembali Ekspedisi militer II nya dengan persenjataan yang lebih berat dan modern dibawah pimpinan Letkol. P.F. Van Hombracht dari Batavia (Jakarta). Tetapi walaupun perang ini begitu sengit, rakyat Sunggal dapat mematahkan serangan Belanda. 

Pada tanggal 20 September 1872 didatangkanlah kembali Ekspedisi Militer III dibawah pimpinan Mayor H.W.C. Van Stuwe dari Batavia (Jakarta). Pada Tanggal 24 Oktober 1872, Dato’ Sunggal Badiuzzaman Sri Diraja beserta pamannya Dato’ Kecil ditangkap, karena dikhianati ketika mengadakan perundingan dengan Belanda. Dato’ Sunggal, melalui Kerapatan Besar Deli, dibuang ke Jawa seumur hidup pada tahun 1895. Dua diantaranya yakni Datuk Badiuzzaman Surbakti dan adiknya, Datuk Alang Muhammad Bahar. Masing-masing dibuang ke Cianjur dan Banyumas.

Makan Datuk Badiuzzaman Surbakti dan Datuk Alang Muhammad Bahar
Saat ini bukti kedua orang Melayu dari Kedatukan Sunggal yang dibuang ke Cianjur dan Banyumas itu makamnya dikenal dengan sebutan Makam Istana Deli, dan kedua makam itu dihormati oleh penduduk setempat.

1899 Rumah Sakit Deli Maatschappij



Rumah Sakit pertama milik Deli Maastchappij dibangun disebelah kantor Deli Planters Vereenging (D.P.V) pada tahun 1871 (Sekarang milik Rumah Sakit PTP II Jalan Putri Hijau) awalnya pada tahun 1871. Dokter yang pertama sekali bertugas adalah dr.H.Sanders Eza.


Pada waktu itu hanya menanggani sakit ringan saja. Apabila ada yang mengalami sakit berat terpaksa diangkut naik tongkang ke Penang.

H.Ingerman
Pada bulan Juli 1899, atas prakarsa H.Ingerman selaku Hoofdadministrator Deli Maatschappij 1897-1901 yang melakukan derma terhadap orang Belanda yang pernah tinggal di Medan.  Dari hasil derma ini, ia mendapat uang sebesar Fl.15.000,- dari P.W.Janssen dan J.Nienhuys untuk membuka ruang operasi.

Karena biaya tidak cukup maka dipungut lagi sumbangan dari Firtz Meyer dari Zurich sebagai pemilik Perkebunan Namoe Terasi sebesar Fl.10.000,- ditambah sebidang tanah besar sebagai tempat untuk pembangunan Rumah Sakit tersebut.

Kemudian dipunggut pula sumbangan dari masyarakat lainnya sehingga jumlah mencapai Fl.7000,-. Setelah terkumpul maka dibangunlah Rumah Sakit tersebut.
Pada tahun 1901, Tuan Schmid selaku administrator Deli Batavia Maatschappij menyumbang untuk dibangun satu sayap dari bangunan besar itu untuk pasien-pasien yang menderita penyakit parah. Pada awal pembangunan terdapat 8 buah ruangan dengan 5 orang perawat terlatihyang dipimpin oleh seorang wanita. Pimpinan Rumah sakit dipegang oleh seorang ketua (Presiden), seorang sekretaris yang harus dipegang oleh seorang dokter praktek,seorangn bendahara dan suatu dewan yang terdiri dari 5 orang anggota. Pendapatan dari Rumah sakit itu terutama dari sumbangan-sumbangan dan kontribusi (iuran) dari 39 perusahaan, klab , baik di Jerman maupun Swiss dan minimum pembayaran Fl.2,50/bulan memberikan keringanan kepada yang mendaftar dan keluarganya untuk memperoleh hak khusus yaitu setelah dirawat sebulan, tarifnya dikurangi 20%.



1870 Cremer menggantikan J.Nienhuys

J.T. Cremer dan istri
Pada Tahun 1870, J. Nienhuys kembali ke negaranya. Sepeninggalan Nienhuys  di tahun 1871, Deli Maatschappij dipimpin oleh Jacob Theodoor Cremer (1847-1923) yang bekerja di Nederlandsche Handel Maatschappij (Maskapai Pedagang Belanda) menggantikan Nienhuys. Cremer masih berusia 24 tahun pada saat ia memperluas perusahaannya.

Sebagai manager Deli Maatschappij, Cremer juga melakukan kerjasama yang erat dengan perusahaan perkebunan lainnya. Kantor pusat Deli Maskapai yang baru, dibangun dikawasan kampung yang kecil dipertemuan antara Sungai Babura dan Sungai Deli. Di tempat inilah awal dari perkembangan kota Medan.








1870 De Deli Hotel

Deli Hotel1880

Memang sejak tahun 1876 di ibukota Kerajaan Deli, Labuhan, sudah terdapat bangunan rumah-rumah tembok bertingkat yang dibangun oleh para pedagang Belanda dan Cina. Di samping itu pembukaan hutan dimanfaatkan juga untuk mengembangkan prasarana jalan. Salah satu adalah dibukanya jalan tembus dari Labuhan Deli menuju Kampung Baru (dekat Medan yang masuk wilayah Suka Piring) selebar + 5 m.

Jalan baru ini berada hampir sejajar dengan Sungai Deli dan melalui sederatan kampung-kampung. Sejak jalan itu selesai dibangun, jarak yang dahulu ditempuh hampir memakan waktu seharian karena melalui jalan setapak yang berliku-liku dan jelek, kini sudah dapat ditempuh dalam waktu lebih kurang 4 jam. Sultan Deli juga telah menempatkan lampu uap di Labuhan sehingga jalan-jalan yang dulu gelap kini menjadi terang.

Deli Hotel1876
Karena kemajuan yang sangat pesat itulah, maka banyak orang Belanda berdatangan dan menetap di Labuhan. Melihat kemeriahan Labuhan Deli pada waktu itu, dan untuk memenuhi kedatangan para orang-orang asing maka dibangunlah hotel dengan nama Deli Hotel. Hotel pertama ini yang dibangun sekitar 1870 an.

Rabu, 23 Januari 2013

1870 Renovasi Mesjid Al Osmani


Mesjid sebagai salah satu kelengkapan semua istana sultan yang Islam. Mesjid ini terletak saling berhadapan dengan istana sultan. Mesjid tertua di Kota Medan ini dibangun pada 1854 oleh Sultan Deli VII, yakni Sultan Osman Perkasa Alam dengan menggunakan bahan kayu pilihan dengan luas bangunannya hanya 16 x 16 m saja.. Sehingga ketika beliau mangkat dimakamkan di sana dan diberi gelar “Marhom mesjid”

Kemudian pada 1870 hingga 1872 dengan hasil menjual rempah-rempah dan tembakau berlimpah maka masjid yang terbuat dari bahan kayu itu dibangun menjadi permanen dan megah oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam (Sultan Deli VIII). Mesjid Al Osmani ini berada di Jalan Besar Yos Sudarso sekitar 20 KM dari Medan.

Sultan pun menyewa tenaga arsitek dari Belanda dan Jerman untuk membangun kembali mesjid dengan bahan bangunan yang terbuat dari batu, kapur, dan garam yang dicampur dengan putih telur. 

Namun semua itu tidak menghilangkan arsitektur asli yang merupakan perpaduan bangunan Timur Tengah, India, Spanyol, Melayu, dan China. Bangunan induk berluas 30m x40m diatas lahan seluas 1 Hektar. Di dalam bangunannya terdapat tiga pintu utama berukuran besar yang berada di utara, timur, dan selatan masjid dan dulunya hanya digunakan oleh para Sultan Deli. Sedangkan rakyatnya masuk melalui empat pintu yang berukuran kecil yang berada di bagian utara dan selatan. Kedua pintu berukuran kecil itu mengapit pintu utama.

Di bagian dalam masjid yang sanggup menampung 500 jamaah itu terdapat empat tiang besar dan kokoh yang berfungsi sebagai penyangga utama kubah masjid yang tergolong berukuran besar dibandingkan kubah mesjid lain.

Empat penyangga itu juga mempunyai arti menjunjung empat sifat kenabian, yakni sidiq yang berarti benar, amanah yang berarti dapat dipercaya, fathonah yang berarti pintar, dan tabligh yang berarti menyampaikan.

Hingga kini, selain digunakan sebagai tempat beribadah, masjid itu juga dipakai sebagai tempat peringatan dan perayaan hari besar keagamaan dan tempat pemberangkatan menuju pemondokan jamaah haji yang berasal dari Medan utara.

Sementara itu pada perkuburan wakaf masjid juga terdapat lima makam raja deli yang dikuburkan yakni Tuanku Panglima Pasutan (Raja Deli IV), Tuanku Panglima Gandar Wahid (Raja Deli V), Sulthan Amaluddin Perkasa Alam (Raja Deli VI), Sulthan Osman Perkasa Alam, dan Sulthan Mahmud Perkasa Alam.

Dengan usia mencapai 138 tahun, masjid bercat kuning dan hijau sebagai warna kebesaran Melayu dan Islam itu pun sempat mengalami beberapa kali renovasi dan pemugaran. Setelah renovasi tahun 1870, mesjid ini direnovasi pada tahun 1927 oleh De Deli Maatschappij, Pada tahun 1963 hingga 1964 direnovasi oleh T. Burhanuddin selaku Direktur Tembakau Deli II pada masa itu, Kemudian pada tahun 1977 melalui dana bantuan Presiden RI di masa Walikotamadya KDH Tk II Medan, yaitu: H.M.Saleh Arifin dan terakhir direnovasi pada tahun 1991 hingga 1992 hasil prakarsa Walikotamadya KDH Tk II Medan, H. Bachtiar Djafar. 

1870 Ibukota Labuhan Deli

Labuhan Deli 1880
Inilah keadaan ibukota Labuhan Deli yang semakin maju pada tahun 1870 dengan adanya lampu-lampu jalan dan jalan raya sampai ke Kampung baru (dekat Medan yang masuk wilayah Sukapiring).

Kampung Labuhan 1867
Labuhan Deli dulunya merupakan cikal bakal lahirnya Pelabuhan Belawan. Labuhan Deli dulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Deli yang kesohor di kawasan Sumatera Timur. Bandar Labuhan Deli terletak di tepi Sungai Deli. Di sebelah Utara mengalir Sungai Belawan. Konon kawasan Labuhan Deli berdiri di abad ke VII Masehi. Hal ini ditandai dengan penemuan arkeologi berupa uang logam di Labuhan Deli yang bertarikh 800 Masehi. Ternyata sejak abad ke-VII Masehi, kawasan Labuhan Deli merupakan pusat perdagangan para pedagang dari Cina dan India. Malah pada jaman purba, Labuhan Deli yang terletak di Pantai timur Sumatera sudah dihuni manusia. Fakta sejarah menyebutkan mereka datang dari Cina dan India.

Sejak lama kedua bangsa ini telah melakukan hubungan dagang. Pada awalnya hubungan dagang antara Cina dan India dilakukan dengan jalan darat yang dikenal dengan “Jalan Sumatera” atau “Silk Road”. Karena pertimbangan aspek keamanan perhubunan perdagangan dilakukan lewat laut.

Labuhan Deli 1876
Akibat perubahan ini Selat Malaka semakin ramai. Hal ini berdampak pada kian sibuknya pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai Timur Sumatera. Ketika itu Labuhan Deli sudah merupakan pelabuhan besar dan menjadi pusat perdagangan. Pernah ditemukan patung Buddha Siwa, dan uang syiling zaman Tang dan Song.

Berdasarkan penemuan arkeologi ini labuhan Deli pernah menjadi pusat perdagangan antar bangsa. Menurut sejarah, Labuhan Deli adalah bekas Kota Cina, ibukota Kerajaan Haru yang dihancurkan Kerajaan Majapahit pada abad ke 14. Ketika itu Kerajaan Majapahit dipimpin Tribuwana Tunggal Dewi setelah Raja Jayanegara meninggal dunia. Pada masa itu terjadi pemberontakan Sadeng. Gajah Mada mampu menggagalkan pemberontakan Sadeng. Karena jasanya itu Gajah Mada diangkat menjadi Patih Amangkubumi Majapahit menggantikan Arya Tadah. Saat upacara pelantikan sebagai Patih Amangkubumi, Gajah Mada mengucapkan sumpah yang dikenal dengan Sumpah Palapa (Tan Amukti Palapa) bahwa Gajah Mada tidak akan hidup mewah sebelum Nusantara berhasil disatukan di bawah panji Kerajaan Majapahit. Pada masa Gajah Mada, Kerajaan Majapahit ekspansi ke Labuhan Deli.

Semula nama Labuhan yang berada di tepi Sungai Deli adalah Deli. Namun karena berfungsi sebagai pelabuhan, maka disebut Labuhan Deli. Konon nama labuhan Deli dibuat oleh John Anderson, utusan Gubernur Jenderal Inggris dari Pulau Pinang yang mengunjungi beberapa negeri di Pantai Timur Sumatera pada tahun 1823. Sejak abad ke-18 bangsa Inggris bersaing dengan VOC (Belanda) berdagang di bumi Indonesia. Namun pada tahun 1816, bangsa Inggris angkat kaki dari bumi Indonesia.

Rumah Kontrolir Belanda 1867 - 1870

Pada aman kolonial Belanda, kawasan Timur Sumatera menarik perhatian pemerintah Belanda, yang kemudian membuka perkebunan tembakau, getah, kopi, dan lada. Karena komoditas ini menjadi primadona dalam perdagangan ketika itu.

Kondisi ini berdampak pada Labuhan Deli yang menjadi teropong dan dinilai sangat penting sebagai salah satu pusat pemerintahan dan juga pusat perdagangan di kawasan Pantai Timur Sumatera.

Di seberang masjid Al Osmani Labuhan Deli dulu, Sultan Deli membangun Istana Kerajaan Melayu Deli. Istana kerajaan itu dibangun ketika Tuanku Panglima Pasutan memindahkan pusat kerajaan dari Padang Datar, sebutan Kota Medan waktu itu, ke Kampung Alai, sebutan untuk Labuhan Deli. Pemindahan itu dilakukan setelah Tuanku Panglima Padrab Muhammad Fadli (Raja Deli III) memecah daerah kekuasaannya menjadi empat bagian untuk empat putranya. 
Masa pemerintahan Tuanku Panglima Pasutan dengan Istana Kerajaan Melayu di Labuhan Deli berlangsung pada 1728-1761, yang kemudian diteruskan putranya Tuanku Panglima Gandar Wahid (1761-1805) dan Sultan Amaluddin Perkasa Alam (1805-1850). Lalu Sultan Osman Perkasa Alam (1850-1858), Sulthan Mahmud Perkasa Alam (1858-1873), dan Sultan Ma'mum Al Rasyid Perkasa Alam (1873-1924). Pada masa Sultan Maâmum Al Rasyid Perkasa Alam itulah Istana Kerajaan Melayu dipindah kembali ke daerah Padang Datar (Istana maimoon).
Lokasi istana sultan berada tidak jauh dari Pekan dan Labuhan. Tentang bangunan istana sultan, Veth menuliskannya sebagai berikut: bahwa bangunan istana sultan yang berbentuk rumah panggung dan terbuat dari papan ini sangat luas. Istana ini berdiri di atas tiang yang tingginya hampir 4 meter di atas tanah. Ruang depan istana ini tidak memiliki tiang di tengahnya ditutupi oleh bubungan atap yang tinggi sehingga menggambarkan ruang yang lebar dan nyaman dengan dinding yang diberi jeruji. Ruang ini dapat menampung ratusan orang yang datang pada upacara-upacara tertentu di istana sultan. Antara ruang depan dan ruang belakang dihubungkan oleh koridor beratap yang memanjang.


Istana Sultan Deli di Labuhan 1870
Istana ini dipagari oleh tonggak-tonggak kayu dengan ujung yang tajam. Di samping pintu gerbang yang berfungsi sebagai jalan masuk, terdapat bangunan rumah mayat orang Batak yang berdiri di atas empat tiang yang rendah, beratap ijuk dengan hiasan-hiasan warna khas Batak.

Rumah mayat ini dibangun oleh kepala suku-kepala suku Batak (Karo) sebagai tanda pengakuan terhadap wewenang sultan, sehingga jika ada seorang sultan yang meninggal mereka akan membangun rumah itu sesuai dengan tradisi dalam kepercayaan mereka walaupun mayat sultan tidak ditempatkan di situ.

1869 De Deli Maatschappij

Rumah Hoofadministrator Deli Mij di Labuhan 1876
De Deli Maatschappij didirikan pada tahun 1869 oleh Jacob Nienhuys dan Peter Wilhelm Janssen sebagai perusahaan budi daya tembakau dengan konsesi untuk Kesultanan Deli di Sumatera, Hindia-Belanda (kini Indonesia). 50% saham Deli Maatschappij dibagi untuk Nederlandsche Handel-Maatschappij.
Para Hoofadministrator dan Administrator Deli Maatschappij 1876
Deli Maatschappij pertama sekali berkantor dengan konsesi lahan pertama sekali dekat dengan ibukota Labuhan Deli. Bisa dibilang Deli Mij adalah pelopor pertama perkebunan tembakau di Deli. Dari beberapa catatan saya,dan beberapanya juga akan saya jabarkan diblog ini perkebunan yang didirikan diera ini adalah Perkebunan Two Rivers, Gedong Johore, Marendal Estate, Vesivius Estate, Bangoen Estate dan lain-lain.

Pada abad ke-19, Deli Maatschappij mengeksploitasi lahan seluas 120.000 hektar. Aktivitas perusahaan tersebut berdampak pada makin berkembangnya Medan.

Peta Kantor Deli Mij di Jalan Deli Laan 1895

Deli Laan 1890

Rumah Nienhuys menjadi kantor pusat pertama Deli Mij, cikal bakal Deli Maatschappij (sekarang di Jalan Tembakau Deli ). Dulu bangunan ini masih berlantai nibung, beratap rumbia, dan berdinding bambu. Kediaman pribadi Nienhuys sendiri dibangun dari kayu di sebelahnya.

Rumah Nienhuys 1869
Setelah Perang Dunia II, Indonesia merdeka. Pada tahun 1958, aktivitas pertembakauan di negeri ini dinasionalisasi. Karena kepiawaian dalam masalah tembakau, Deli Maatschappij bergabung dengan perusahaan Homogenized Tobacco Leaf (HTL) pada tahun 1959. Setelah itu, Deli Maatschappij memperluas aktivitasnya dalam produksi teh dan karet. Pada tahun 1972, perusahaan kayu Jongeneel bergabung dengan Deli Maatschappij di mana Deli Maatschappij juga memperoleh posisi kuat dalam pasar kayu dan bahan bangunan Belanda.

Pada tahun 1986, Deli Maatschappij digabungkan dengan Universal Leaf Tobacco Company (ULTC). Perusahaan tersebut dipisahkan menjadi divisi yang menjalankan aktivitas terkait pertembakauan (UTLC) dan perusahaan dagang untuk produk lain, yakni Deli Universal. Sejak tanggal 1 September 2006, Deli Universal berdiri sendiri melalui manajemen pembelian semua saham (buy-out). Kantor pusatnya berada di Wijnhaven (Rotterdam). Di sinilah gudang penyimpanan dan pengepakan tembakau milik bekas Deli Maatschappij. Aktivitas pertembakauan masih di luar buy-out dan sekarang bernama Deli-HTL.

Sejak pendiriannya hingga penggabungannya pada tahun 1986, Deli Maatschappij didaftarkan di Bursa Efek Amsterdam sebagai saham utama. (wikipedia)

Cats Baron De Rots - Kontrolir Pertama di Labuhan

Rumah Kontrolir Cats Baron di Labuhan Deli

Setelah Kesultanan Deli, Langkat mengakui Kesultanan Siak dan Hinda Belanda, serta takluknya Kesultanan Serdang, Asahan, Percut, Padang & Denai pada tahun 1865, maka pada tahun 1866 oleh Gubernur Hindia Belanda dibentuklah kontrolir di Labuhan yang bertugas untuk mengontrol keamanan dan stabilitas di Tanah Deli. Dilantiklah Cats Baron De Rots sebagai Kontrolir Pertama di Labuhan. 
Kontrolir ini berada dibawah Keresidenan Riau.
Controleur mempunyai banyak tugas; dia adalah hakim di pengadilan lokal dan langsung berhubungan dengan kepala kampung; Sultan sultan dan Radja radja. Controleur harus lapor sama assistent resident dan dia terakhir lapor sama resident. Pejabat pejabat ini telah mempersiapkan diri dengan baik dapat berbahasa lokal, mengerti hukum adat dan sistem hukum.

Selasa, 22 Januari 2013

1865 Ekspedisi Militer Asahan & Serdang


Pada bulan Mei 1862 Belanda mengirim seorang pegawai tingginya yang bernama Raja Burhanuddin ke Sumatera Timur. Raja Burhanuddin adalah putra Raja Uyang bin Sultan Cagar Pagaruyung. Menurut laporan Raja Burhanuddin, beberapa negeri di Sumatera Timur bersedia dilindungi Belanda, kecuali Asahan dan beberapa negeri lainnya mereka menentang, bahkan di Asahan berkibar bendera Inggris (yang saat itu satu-satunya Kesultanan yang berani mengibarkan bendera Inggris di Wilayah Hindia Belanda).

Berdasarkan laporan Asisten Residen Riau, E. Netscher, Belanda mempersiapkan angkatan perang dari Bengkalis pada tanggal 2 Agustus 1862. Pembesar-pembesar Siak diikutsertakan untuk dikonfrontasikan dengan raja-raja di Sumatera Timur. Beberapa negeri seperti Panai, Bilah, dan Kotapinang berhasil ditundukkan. Sementara itu ekspedisi Belanda berhasil memasuki Kuala Serdang. 
Sultan Basyaruddin mencoba menemui ekspedisi itu dengan mengibarkan bendera Aceh dan bertindak selaku wazir Sultan Aceh atas dasar pengangkatannya dari Aceh. Perundingan antara Belanda dengan Sultan Basyaruddin dilakukan di kapal Belanda. Dengan paksaan Belanda, Sultan Basyaruddin menandatangani perjanjian yang ditetapkan tanpa ada kontrasain dari orang-orang besarnya. Perjanjian tersebut antara lain menyebutkan bahwa Belanda turut mengakui jajahan Serdang, yaitu Denai, Percut, Padang, Perbangunan, dan Bedagai. 
Pada tanggal 21 Agustus 1862, Residen Riau E.Netscher bersama Assisten Siak: Mr.Arnold dengan mengendarai kapal Reinier Claasen memasuki Kuala Deli dan disambut oleh Sultan Deli Mahmud Perkasa Alam. Sultan Mahmud menolak mengakui kedaulatan Siak atas Deli. Hal ini karena Siak tidak membantu Deli sejak masa pemerintahan ayahnya, Sultan Osman Deli, ketika diserang Aceh pada tahun 1854. Netscher berhasil menemukan jalan keluar sehingga Sultan Deli bersedia menandatangani pernyataan tunduk kepada Belanda dengan kalimat yang berbunyi “Mengikut pada negeri Siak bersama-sama bernaung pada Gubernemen Belanda”.

Perundingan antara Netscher dan Sultan Mahmud berjalan lancar berkat bantuan ipar Sultan dan sekaligus mufti kerajaan, yaitu: Said Abdullah Ibnu Umar Bilsagih. Pangeran Musa dari langkat tidak ada masalah karena dia pun dibesarkan di Istana Siak. Sementara Kerajaan Asahan dan Serdang tidak mau tunduk kepada kerajaan Siak dan malah berkoalisi kepada Kerajaan Aceh. bahkan dipantai Asahan, mereka memasang bendera-bendera Inggris.

Tanggal 19 September 1862, Netscher kembali ke Bengkalis yang pada saat itu merupakan ibukota Keresidenan Riau. Pada tanggal 23 Mei 1863, Belanda mengirim surat dengan mengultimatum Asahan dan Serdang. Tetapi ultimatum itu ditolak mentah-mentah.

Dengan Beslit Gubernemen no.1/25 Agustus 1865 dipersiapkanlah oleh Belanda ekspedisi militer untuk menyerang Asahan, Serdang, Tamiang dan Batubara yang membangkang terhadap Belanda. Komando Darat Ekspedisi ini dipimpin oleh Willem Ertwin Fredrick van Heemskerck (Photo Inzet) dan komando Mandala Gugus Tugasnya adalah Letnan Laut P.A. van Ress. Pasukan yang diberangkat dari Batavia tanggal 20 Agustus 1865 ini terdiri atas setengah batalyon infantri dengan staf, satu detasemen artileri terdiri dari 1 opsir dan 25 serdadu, diperkuat dengan 2 buah meriam besar dan 2 buah mortir, 2 opsir kesehatan dengan personil hospital kesemuanya berjumlah 379 orang militer Belanda dan 227 orang militer bumiputera. Sedangkan Angkatan Laut Belanda menerjunkan armada terdiri dari pasukan marinir sejumlah 1000 orang dengan kapal - kapal perang Djambi, Sindoro, Amsterdam, Montrado, Delfzijl dan Dasson dengan kekuatan 49 pucuk meriam. Agar Inggris tidak tersinggung dan campur tangan, maka Belanda juga mengirimkan surat pemberitahuan kepada Gubernur Inggris di Penang. Malaya dan Singapura.

Pada tanggal 12 September 1865, Ekspedisi sampai di Batubara, tanggal 18 September sampai di Bagan Asahan, tanggal 30 September sampai di Serdang dan tanggal 8 Oktober di Pulau Kampai - tempat markas orang-orang Aceh. Sultan Langkat: Sultan Basaruddin dipaksa oleh Belanda untuk menandatangani perjanjian takluk dan sebagai hukaman jajahan kesultanan Serdang; Percut, Padang, Bedagai dan Denai diambil Belanda dan lalu diserahkan kepada Deli.

1879 Masuknya Imigran Cina & Tamil

Kedatangan Kuli Cina di Belawan 1903
Setelah dibuka hutan-hutan primer di Deli, maka untuk mengisi lahan-lahan perkebunan itu dimasukkanlah para pekerja pribumi. Pada tahun 1867, diperkerjakanlah sebanyak 474 orang perantau pribumi (Orang Rawa & Minangkabau) sebagai pekerja diperkebunan tembakau.
Pada masa permulaan itu tenaga kerja jauh lebih langka daripada tanah pada 1874, tak lama sesudah tanah dibuka, mayoritas penduduk Deli dan daerah bawahannya terdiri dari orang Karo dan Melayu. Pada mulanya Nienhuys tidak menyimpang dari cara produksi yang berlaku. Ia memberikan persekot kepada orang karo agar mereka mau menanam lebih banyak tembakau khusus untuk dirinya. Namun hasil dari cara itu mengecewakan karena Nienhuys memutuskan membuka perkebunan tembakau sendiri dengan mempekerjakan tenaga kuli. 
Awalnya ia sulit mendapatkan kuli sebab orang Melayu dan karo kurang tertarik, akhirnya ia memilih orang Tionghoa yang berasal dari penang. Untuk memenuhi kebutuhan pekerja di perkebunan tembakau tersebut maka pada tahun 1879 didatangkanlah kuli-kuli dari Swatow (Tiongkok), Singapura, Malaysia serta kuli-kuli Tamil dari Penang.
Gambar kuli cina sebelum teken kontrak diukur tinggi dan surat perjanjinannya.
Orang-orang Karo dan orang-orang Melayu tidak mau bekerja diperkebunan-perkebunan ini, walaupun di kantor , apalagi menjadi kuli/buruh. Mereka tidak mau masuk perangkap, dan lebih suka bekerja bebas. Oleh sebab itu Belanda mengatakan bahwa:
orang Melayu dan orang Karo itu pemalas, tidak dapat dipercaya, lebih suka menghabiskan waktunya dengan memancing dan duduk-duduk di lepau saja”.

Malahan seorang Belanda bernama A.J. Van Der Aa dalam bukunya Aardrijkskunde Woordenboek, jilid III tahun 1841 halaman 253 mengatakan: 
orang Melayu di tanah Deli adalah perompak dan lanun-lanun”. Sudah menjadi adat dunia, orang yang tidak disukai apalagi orang yang tidak mau diperintah selalu dicerca.
Dengan dibukanya tanah Deli untuk perkebunan asing dan karena politik pintu terbuka dari pemerintah Belanda, maka timbullah arus pembangunan dan arus manusia dari berbagai sudut, Tak Hanya Kuli dari Cina, tapi juga Jawa, Keling, Banjar, Minang, Sunda sehingga membuat Deli (Kota Medan) menjadi Daerah Multi Etnis Terbesar setelah Batavia (Jakarta). Namun di hampir setiap perkebunan tembakau di deli, tak ada pekerja dari suku Melayu dan Karo. Sering sekali Belanda selalu mengatakan kepada para kuli kalau:
"Melayu dan Karo itu Pemalas, Kerjanya cuma duduk duduk menyewakan tanah, Karo itu suka lepau minum tuak, melayu suka naik haji dan suka kimpoi, melayu dan karo pemalas"

dan yang pahitnya, streotip itu ada hingga sekarang.


Photo Kuli Cina sedang memilah daun tembakau yang diawasi oleh orang Belanda



Pembukaan Hutan Primer Deli

Pembukaan Hutan primer  tahun 1905

Tak Berapa lama, akhirnya J.Nienhuys mendapat titik terang. Rotterdam menyetujui Nienhuys untuk melanjutkan penanaman tembakau di Deli.
Sejak saat itu mulailah dibuka perkebunan-perkebunan tembakau di Martubung, Sunggal tahun 1869, Sungai Beras & Klumpang (1875).
Gambar ini memperlihatkan pembukaan hutan primer di Deli pada tahun 1905.
Penanaman tembakau makin menguntungkan sehingga dalam tahun 1872 saja sudah mencapai keuntungan Fl.1.000.000 (Satu Juta Gulden).

Awal Penanaman Gagal

Tuan J.Nienhuys

Tujuan utama  pada waktu itu Tuan J.Nienhuys dan kawan-kawan adalah untuk menyelidiki kemungkinan serta prospektif lainnya mengenai penanaman tembakau di Deli, sebagai tindak lanjut informasi yang disampaikan oleh Tuan Abdullah.
Usaha penanaman tembakau ini pada awalnya gagal dan mengalami kerugian cukup besar. Kemudian tim ekspedisi membuat laporan awal yang menyatakan bahwa “Deli adalah dataran rendah yang berawa-rawa yang sebagian ditutupi hutan-hutan primer yang tidak dapat dijelajahi oleh manusia dan orang-orang pribumi yang tinggal di tepi-tepi sungai membiarkan hutan-hutannya didiami oleh monyet, badak harimau, buaya dan binatang buas lainnya serta penyakit malaria".
Mendengar laporan ini maka Firma J. F van Leeuwen menarik diri dari dalam usaha penanaman tembakau di Deli. Hampir semua anggota ekspedisi pulang kembali ke Jawa, tetapi J. Nienhuys merasa yakin usahanya akan berhasil, ia meneruskan usahanya dan meminta bantuan biaya dari Tuan P. van Den Arend.

Awal Mula Tembakau Deli

Daun Tembakau Deli Yang Tersohor
Pada tahun 1863, Ipar Sultan Deli, Sultan Mahmud Perkasa Alam Deli yaitu Said Abdullah Bilsagih (Seorang Arab Surabaya) mengajak beberapa temannya pedagang Belanda yang ada di Jawa untuk menanam tembakau di Deli.
Pada tanggal 7 Juli 1863, Datanglah Tuan J.Neinhuys, Van Der Falk dan Elliot ke Kuala Deli dengan Kapal Josephine dari Firma Van Leeuwen en Mainz & Co.
Sultan Mahmud memberikan kepada mereka tanah dekat Labuhan (Tanjung Sepassai) secara erfpacht 20 tahun. Walaupun mengalami berbagai kesulitan, dengan ketabahan Neinhuys ternyata tembakau Deli yang dikirim ke Rotterdam pada bulan Maret 1864 memberikan titik terang. Tembakau Deli sangat baik sebagai pembalut cerutu, Hoppig en god branded dekblad.

Translate