Sultan van Deli

Lambang Kesultanan Deli


Kisah Negeri ini saya mulai dari berdirinya Kesultanan Aru (Haru). Pada tahun 1612 dipesisir Timur Sumatera bagian Utara. Telah berdiri sebuah Kerajaan yang terletak di hulu Sungai Petani dan Sungai Lalang yang merupakan cikal bakal Kesultanan Deli yang hingga kini berusia 396 tahun. Menurut Hikayat Deli, Putra seorang Raja India Yang bernama Hisyamuddin Atau Muhammad Dalhik seorang turunan dari Zulkarnaein Syekh Batraluddin Khan  dari negri Shindi Hindustan India. Ia merantau ke arah Nusantara ini dan kapalnya tenggelam di dekat Kuala Pasai sehingga terdampar di Pasai, ketika itu ada kenduri besar di negeri Pasai sebab Raja Pasai baru saja mangkat, Sewaktu Beliau diberi makan diatas daun pisang, Beliau tidak memakannya. Seketika itu tahulah masyarakat disana bahwa Beliau bukanlah turunan masyarakat “biasa”. Beliau pun tidak lama menetap di negeri Pasai, Muhammad Dalhik meneruskan perjalanannya ke Kota Raja (Banda Aceh sekarang ), dengan memakai nama samaran Lebai Hitam
Menurut beberapa artikel, di Pasai ini Dalhik sempat menikah dengan Putri Chandra Dewi, putri Sultan Samudra Pasai. 
Pada masa itu Aceh dipmpin oleh Sultan Iskandar Muda, dan Beliau mengalami kesulitan menghadapi perusuh berbangsa RUM (Turki) yang membuat kekacauan di Negeri Aceh. Dengan kepintaran dan keahlian bela dirinya akhirnya Muhammad Dalhik dapat membunuh satu persatu perusuh bangsa RUM tersebut dan juga dapat menaklukan seekor gajah yang bernama Ganda Suli. Melihat kehebatannya maka Muhammad Dalhik di karuniai Gelar Panglima Gocah Pahlawan (kata Gocah mungkin berasal dari kata Khuja atau Koja).

Pada abad ke 15 sudah ada berdiri kerajaan yang bernama Haru atau Aru, ini dapat kita baca dari laporan Fei Sin (1436) Aru terletak didepan pulau Sembilan dan dengan angin yang baik kapal layar bisa sampai kesitu dari Melaka dalam waktu 3 hari 3 malam ,hasil negeri itu hanya kopra dan pisang. Hasil-hasil hutan ditukar melalui kapal-kapal asing dengan sutra berwarna, keramik, manik-manik dan lain-lain. Juga catatan dari buku Al Muhit yang ditulis oleh seorang Laksemana Turki yaitu Sidi Ali Celebi (1554) adanya kerajaan Aru dan kota Medina (kota Medan sekarang )sebagai Bandar Besar, setelah Bandar ini kapal melewati pulau Berhala. 

Menurut laporan penulis berkebangsaan Portugis yaitu Tome Pires menulis tentang Aru sebagai berikut, Aru (Haru) adalah kerajaan yang terbesar di Sumatera, rakyatnya banyak tetapi tidak kaya karena perdagangan. Aru banyak mempunyai kapal-kapal kencang dan sangat terkenal karena daya penghancurnya. Raja Aru beragama Islam dan berdiam dipedalaman, negeri ini banyak sungai-sungai yang berawa-rawa sehingga sulit untuk dimasuki. Aru banyak menghasilkan padi, daging, ikan, buah-buahan dan arak juga kapur barus berkualitas tinggi, rotan, lilin, emas,  madu, benzoin dan budak-budak, Aru mempunyai pasar budak yang disebut Arqat (Rantau Perapat skarang).Aru memperoleh bahan-bahan dagangannya dari Pasai, Pedir, Fansur dan Minang Kabau Wilayah Kerajaan Aru mulai pesisir Sumatera Timur yaitu batas Temiang sampai Rokan. 

1612 - Kerajaan Aru dapat ditaklukan oleh pasukan kerajaan Aceh dibawah pimpinan Panglima Gocah Pahlawan, dan akhirnya diangkat oleh Sultan Iskandar muda sebagai wakil kerajaan Aceh untuk wilayah Sumatera Timur yang berkedudukan di Sungai Lalang (Deli Tua). 

1632 - Akibat perubahan waktu dan situasi lingkungan Kerajaan Aceh menetapkan berdirinya Kerajaan Deli dan Panglima Gocah Pahlawan diangkat menjadi Raja Deli I dengan gelar Tuanku Panglima Gocah Pahlawan Laksemana Kuda Bintan. Dan untuk memperkuat posisinya Panglima Gocah Pahlawan menikahi adik Datuk Hitam Sunggal yang bernama Puteri Nang Baluan Beru Surbakti, yang sehari –harinya tinggal dilingkungan masyarakat setempat, dengan demikian sedikit demi sedikit terbentuklah suatu adat budaya baru, begitu juga dengan pemerintahannya bertambah besar dengan membesarnya warga masyarakat. Sunggal merupakan sebuah daerah Batak Karo yang sudah masuk Melayu (sudah masuk Islam). Sebagai hadiah pernikahan, ia diangkat sebagai Panglima kawasan pesisir Deli oleh keempat Raja Urung Raja Batak karo tersebut. Dalam proses penobatan Raja Deli tersebut, Raja Urung Sunggal bertugas selaku Ulon Janji, yaitu mengucapkan taat setia dari Orang-Orang Besar dan rakyat kepada raja. Kemudian, terbentuk pula Lembaga Datuk Berempat (yaitu keempat Raja Urung batak karo), dan Raja Urung Sunggal merupakan salah seorang anggota Lembaga Datuk Berempat tersebut.

1634 - Dari pernikahan ini lahirlah puteranya bernama Perunggit. .Pada masa pemerintahan Tuanku Panglima Gocah Pahlawan mulai didirikan Maktab-Maktab, yang biasanya satu komplek dengan Mesjid, maka dari itu didatangkan Ulama-Ulama dari daerah lain. Sebelum mangkat Tuanku Panglima Gocah Pahlawan menyerahkan kekuasaannya kepada puteranya Tuanku Panglima Parunggit untuk menjadi Sultan,sedangkan Beliau mengajar dari Maktab-ke Maktab dan dikenal dengan nama Lebai Hitam.

1653 - Muhammad Dalik mangkat dan dimakamkan di Kampung Lantasan Kuta Dalam Deli Tua, Tuanku Panglima Perunggit pun diangkat menjadi Raja Deli II

1654 - Lahirlah Tuanku panglima Paderap di Aru putra Raja Deli II.

INFO: Seperti tercatat didalam sejarah Kesultanan DELI, lokasi makam Sultan Deli I (Pertama) yaitu SERI PADUKA GOCAH PAHLAWAN LAKSAMANA KOJA BINTAN terletak diantara Deli Tua dan Patumbak Senembah Deli (Daerah Bekas Kerajaan Haru). Makam GOCAH PAHLAWAN tersebut letaknya tidak berjauhan dengan makam isterinya yaitu PUTERI NANG BALUAN Br.SURBAKTI (sudah ditemukan lebih dahulu dan sudah dibangun makamnya) namun sedikit terpisah dan lebih tinggi letaknya. 


Lokasi Makam Gocah Pahlawan. Photo.Tengku Harris Sinar

Baik menurut catatan "HIKAYAT DELI" yg ditulis oleh Tengku Panglima Besar Deli pada thn 1600 an dan penuturan saksi2 penduduk setempat yang mayoritas bersuku Karo, Makam tersebut berada di dekat sebuah batu besar yang bentuknya sekilas menyerupai posisi manusia yang sedang jongkok dan dikenal dengan istilah "Batu Jerguk" dan secara turun temurun masyarakat disekitar lokasi makam tersebut menyebut makam itu dengan nama "Makam Raja Keling" (Beliau memang berasal dari daerah India). Portugis mencatat Gocah Pahlawan mangkat (wafat) pada sekitar tahun 1640-1641 dalam usia 70-75 tahun. 


Batu Jerguk berada dibawah makam Photo.Tengku Harris Sinar
Menurut T.Husni O. Delikhan, beliau pernah bermalam di makam yang kemudian diyakini adalah makam Puteri Nang Baluan Surbakti, kemudian keesokkan harinya beliau dihampiri seorang pemuda yang memberitahu bahwasannya ada satu lagi makam yang berada tidak jauh dari tempat dia bermalam itu dan agak tinggi tempatnya, kemudian mereka bersama2 menuju lokasi yang memang berada diatas bukit itu, menurut T.Husni ada perasaan lain ketika pertama melihat makam tanpa tanda kecuali terdapat 2 batang pohon seolah-olah kedua pusara ini dan ketika melihat ke bawah, terlihatlah sebuah batu besar persis seperti apa yang disebut "batu Jerguk" itu, maka yakinlah beliau makam itu adalah makam Gocah Pahlawan dan walaupun bukit itu sudah digali dan diratakan, kami meninjau lokasi ini pada hari Sabtu tanggal 1 Mei 2010, rombongan yang terdiri dari orang2 besar Kesultanan Deli (Tengku Besar Deli,Tengku Pangeran Bendahara Deli), Pengurus Yayasan Sultan Ma'moen Al Rasyid dan kerabat dekat Kesultanan Deli dipimpin langsung oleh Tengku Husni O.Delikhan (Tengku Temenggung Deli).


1669 - Perunggit menikah dengan adik Raja Sukapiring. Dan pada saat di tahun yang sama Perunggit memproklamirkan Deli lepas dari kesultanan Aceh. Beliau juga memindahkan pusat Kerajaan Deli dari Sungai Lalang ke daerah Padang Datar (Medan sekarang). Beliau membentuk Pasukan Berkuda. Tidak banyak catatan yang di tinggalkan, jadi sedikit sekali yang diketahui dari Beliau.

1698/1700 - Tuanku Panglima Parunggit mangkat, makamnya ditemukan di Jalan Raden Saleh sekarang dan dia diberi gelar Marhum Kesawan. Dia digantikan oleh puteranya Tuanku Panglima Paderap sebagai Raja Deli III. Beliau memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah Pulo Brayan. Panderap menikahi Tuanku Puan Sampali dan memiliki 4 putera dan membagi wilayah Deli kepada putera-puteranya: Tuanku Jalaludin glr.kejuruan Mettar (Mabar, Percut & Tg.Mulia), Tuanku Pasutan Gandar Wahid (Deli & bedagai), Tuanku Umar Johan Alamsyah glr.Kejeruan Junjongan (Serdang & Sei Tuan) serta Tuanku Tawar glr. Kejeruan Santun (Denai & Serbajadi).

1705 -  Tengkoe Panglima Gandar Wahid lahir.

1728 - Tuanku Panglima Paderap Wafat dan dimakamkan didaerah Pulo Brayan. Pada saat pemilihan penerus Kerajaan Deli terjadilah perselisihan antara keempat putera beliau. Tuanku Jalaludin sebagai putera pertama tidak dapat menjadi penerus dikarenakan memiliki cacat dimatanya. Tuanku Pasutan sangat berambisi sekali untuk menjadi raja. Terjadilah perselisihan sengit diantara mereka. Dari perselisihan ini terusirlah Tuanku Umar Johan Alamsyah beserta ibundanya Tuanku Puan Sampali diusir ke Serdang. Sementara diangkatlah Tuanku Pasutan Gandar Wahid sebagai Raja Deli IV. Kronologis Tuanku Umar dapat dilihat di laman Serdang.

1728 Pasutan memindahkan pusat kerajaan dari Padang Datar, sebutan Kota Medan waktu itu, ke Kampung Alai, sebutan untuk Labuhan Deli. Untuk memperkuat kedudukannya dia mengangkat gelar datuk kepada 4 suku yang dikenal dengan Datuk 4 Suku, yaitu: 
  1. Datuk XII Kota                 ( Daerah Hamparan Perak dan sekitarnya)
  2. Datuk Serbanyaman          ( Daerah Sunggal dan sekitarnya)
  3. Datuk Senembah               ( Daerah Patumbak,Tj.Morawa Dan sekitarnya)
  4. Datuk Suka Piring              ( Daerah Kampung Baru dan Medan sekitarnya)
Pada masa kekuasaan Tuanku Pasutan inilah Kerajaan Siak Indrapura berperang dengan Kerajaan Aceh merebutkan Kerajaan Deli.


1761 - Tuanku Pasutan Gandar Wahid wafat dan dimakamkan di daerah Labuhan. Dia digantikan oleh Puteranya Tuanku Panglima Kanduhid sebagai Raja Deli V. Kanduhid menikahi puteri dari Datuk XII Kuta Hamparan Perak dan ditahun yang sama lahirlah Tengku Amaluddin.
Dibawah pemerintahanya kedudukan Datuk Empat Suku semakin kokoh sebagai wakil rakyat karena peranannya semakin nyata sebagai pengaman rakyat, Raja Deli ke V ini memindahkan pusat pemerintahan ke hilir yaitu ke daerah Kampung Labuhan Deli. Hal ini bila di perhatikan dimana pemindahan kedudukan pemerintahan yang berkali-kali, mulai dari Hulu Deli Tua hingga ke hilir Labuhan Deli, mempunyai tujuan tertentu yaitu ingin mengkokohkan wawasan tersebut. Dalam pemerintahan Sultan Deli ke V ini mulai merintis perdagangan hasil bumi dengan daerah lain.

1780 - Kesultanan Siak menaklukkan Deli.

1805 - Tuanku Kanduhid mangkat, dia digantikan putera ketiganya yaitu: Tuanku Amaluddin sebagai Raja Deli VI. Anak - anak Kanduhid yang lainnya adalah Wan Ka, Wan Koembang, Wan Ayat dan Wan Mende (Menikah 1822 dengan Pocoet Oedin, putra Raja Tunku Aceh).

1809 - Tuanku Raja Amaluddin menikah dengan anak Raja Hitam dari Langkat. Dari pernikahannya ini lahirlah Tuanku Osman di Labuhan.
  

8 Maret 1814 - Sultan Siak mengeluarkan Akte yang mengangkat Tuanku Amaluddin menjadi Sultan Panglima Mangendar Alam. Inilah awal gelar sultan diberikan kepada Raja Deli oleh Sultan Siak. Pada masa Pemerintahannya perdagangan antar daerah semakin terbuka. Hubungan laut mulai dirintis karena kedudukan pemerintahan di Labuhan Deli ini dekat dengan laut lepas, sehingga perdagangan hasil bumi semakin lancar. Tidak begitu lama dalam genggaman kesultanan Siak, Deli pun ditaklukkan lagi oleh kerajaan Aceh.

John Anderson, seorang pegawai Pemerintah Inggeris yang berkedudukan di Penang, pernah berkunjung ke Medan tahun 1823. Dalam bukunya bernama "Mission to the Eastcoast of Sumatera", edisi Edinburg tahun 1826, Medan masih merupakan satu kampung kecil yang berpenduduk sekitar 200 orang. Di pinggir sungai sampai ke tembok Mesjid kampung Medan, ada dilihatnya susunan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar yang menurut dugaannya berasal dari Candi Hindu di Jawa.

1823 - Pada tahun 1823, Osman Perkasa Alam Shah diangkat sebagai pewaris dan sebagai wakil direktur dengan gelar Sultan Moeda Panglima Perkasa Alam.

1824 - Tanggal 18 maret 1824, Sultan Amaluddin mangkat, Dia digantikan oleh puteranya Osman Perkasa Alam Shah sebagai Sultan Deli VII. Dalam catatan Sultan Amaluddin pernah menikah dengan selirnya dan mempunyai puteri bernama Raja Wan Perak. (Raja Wan Perak menikah dengan Tengkoe Wan Johor, putra Raja Indra Bongsoe Kota Dalam menjadi selir muda).

Pada masa kekuasaannya Osman berhasil menaklukkan wilayah 4 suku: Sunggal, XII Kuta Hamparan Perak, Sukapiring dan Senembah. 
 
1825 - Deli kembali menguat dan melepaskan diri dari kekuasaan Aceh. Negeri-negeri kecil sekitarnya seperti Buluh Cina, Sunggal, Langkat dan Suka Piring ditaklukkan dan menjadi wilayah Deli.

1831 - Anak pertama dari Sultan  Osman Perkasa Alam Shah lahir dengan nama Tengku Mahmud. Lahir di Labuhan. 

1852 - Tercatat dalam brouwertree.com Tuanku Osman Perkasa Alam Shah menikah dengan istri keduanya yaitu: Raja Siti Asmah anak dari Raja Mohammed Ali Shah, Sultan Asahan dan Tengkoe Ampoean.

Pedang Bawar Sultan Deli
1853 - Deli ditaklukan lagi  oleh Kesultanan Aceh. Sultan Osman diberi gelar Wakil Sultan Aceh. Kesultanan Deli mendapat pengesahaan dari Kerajaan Aceh, bahwa Kerajaan Deli merupakan daerah yang berdiri sendiri yang di tandai dengan diberikannya Pedang (Syamsir) Bawar dan cap Sembilan (Mahor) dengan tujuan mengurangi pengaruh Kerajaan Siak terhadap Kesultanan Deli oleh Sultan Mansyursah Alaldin Johan dari negeri Aceh.
Pada masa itu juga Sultan Deli diberi gelar Perkasa Alam dan diberi Surat Penyerahan Negeri Deli serta daerah taklukannya dari Kuala Bayan Sampai Pasir Putih, kecuali Negeri Bedagai dan Langkat. Penyerahan ini dilaksanakan di Istana Darussalam Kuta Radja (Banda Aceh) dan mulai saat itu Raja-Raja Deli memekai Gelar Perkasa Alam hingga sekarang ini. Apabila Penabalan (pengangkatan) Sultan, Pedang Bawar ini sebagai Syarat Mutlak dalam Prosesi upacara tersebut.




1853 - Cucu Sultan Osman atau anak dari Tuanku Mahmud Perkasa Alam yang bernama Tengku Ma’mun Al Rasyid lahir.

1854 - Sultan Osman membangun sebuah Mesjid Megah, Besar dan permanent hingga kini masih berdiri sebagai tonggak sejarah yaitu Mesjid Al Osmani di Labihan Deli.

Mesjid Al Osmani


1857 - Sebelum beliau meninggal, menurut catatan Sultan Osman Perkasa Alamsyah pernah menikah lagi dengan Sri Kamalah, putri tua dari  Banu Ashim dan istrinya, kakak dari Datoek Amar Laoet, Datoek dari Soenggal. Dari pernikahannya ini, beliau memiliki 3 putera,yaitu: Tengku Mahmud, Tengkoe Soelaiman, dan Tengkoe Haji Ismail. Pada tanggal 22 Oktober 1857, diusia yang masih muda yaitu 48 tahun, Sultan Osman meninggal dunia. Beliau dimakamkan di komplek Mesjid ini. Beliau Di beri Gelar Marhum Mesjid.


Sultan Mahmud Perkasa Alam (Sultan Deli VII)

1858 (4 Rabiul Awal 1275 H) - Setelah Sultan Osman wafat, diangkatlah putera sulungnya bernama Sultan Mahmud Perkasa Alam sebagai Sultan Deli VIII serta adiknya Tengku Sulaiman menjadi Raja Muda dengan Gelar Raja Muda Negeri Deli, dan Tengku Sulung Laut di beri Gelar Tengku Pangeran Negeri Bedagai Wajir Negeri Deli, dan adindanya Tengku Abdul Rahman dianugrahi Gelar Tengku Tumenggung Negeri Deli, dan Tengku Ja’far Al Haj di karuniai Gelar Pangeran Bendahara Negeri Deli.
Selama lima belas tahun memerintah Sultan ini mulai terjalin kerja sama dengan pihak asing (Belanda, Belgia, Polandia Inggris dll ) yang ditandai dengan kerja sama pembukaan lahan perkebunan Tembakau di kerajaan Deli. Diawali oleh seorang pengusaha Tembakau bernama Jakobus Nienhuys, kerja sama dalam usaha perkebunan Tembakau ditanda tangani, salah satu kontrak terbesar diberikan kepada Deli Maatschapij

2 Agustus 1862 - Residen Riau Elisa Netscher melalui mata-matanya, Raja Burhanuddin dari Pagaruyung mendapat kabar bahwa beberapa kerajaan di Sumatera Timur tidak mengakui Kerajaan Siak. Maka, dengan Kapal Reinier Claassen, berangkatlah Residen Riau dan assisten Residen Arnold berlayar ke Sumatera Timur.

21 Agustus 1862 - Rombongan Netscher memasuki Kuala Deli, dan disambut oleh Sultan Mahmud.

22 Agustus 1862 - Sultan Deli Mahmud Perkasa Alamsyah membuat perjanjian politik dengan Belanda dan melahirkan Acte van Verband. Ditandatanganilah kontrak perkebunan tembakau pertama. Lahan yang  terletak di daerah Mabar sampai Deli Tua dan dikenal dengan nama Mabar Deli Tua kontrak.
Kontrak ini memberi wewenang independen dari Belanda atas kesultanan Aceh dan Siak. Daerah Deli menjadi makmur dan ramai di kunjungi oleh berbagai bangsa. Tak dapat di pungkiri,Sultan Deli VIII adalah perintis dan pelopor perkebunan Tembakau di negeri ini. Sebagian areal dari perusahan Perkebunan Nusantara II (saat ini )adalah hasil yang dilakukan oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam. Sehingga sampai saat ini hasil dari Perkebunan yang dirintis oleh Sultan Deli ke VIII ini mewarnai pembangunan di Negeri yang kita cintai ini. Sultan Mahmud Pekasa Alam memiliki dalam hidupnya pernah menikah dengan Tengkoe Zaleha, putri Tengkoe Zainal Abidin. Sayang pernikahan dilarutkan oleh perceraian. Kemudian beliau menikah lagi dengan Encik Mariam. Beliau mempunyai tiga orang Putra dan Puteri, seorang Putra yaitu Tengku Ma’mun Al Rasyid dan dua orang Puteri yaitu Tengku Fatimah dan Tengku Zubaidah, namun Puteri-Puteri ini mangkat dalam usia muda. Untuk membaca tentang ibukota Labuhan klik artikel lain disini.


Istana Kota Batu di Labuhan Deli 1870

1870 - 1872 - Sultan Mahmud merenovasi secara permanen Mesjid Al Osmani di Labuhan. Artikel lainnya disini

1872 - Karena tidak meratanya pembagian lahan antara kolonial dan pribumi oleh Sultan Deli, membuat Kepala di Timbang Langkat, Sulong Barat (anak dari Dato' Jalil adik dari Dato' Kecil, Paman dari Dato' Sunggal: Badaiuzzaman Sri Diraja) mengumpulkan pasukan untuk mengancam Kesultanan Deli. Karena Sultan Mahmud selalu dengan gampangnya memberikan tanah kepada maskapai-maskapai kolonialis . Atas nama Sultan Deli maka Belanda pun menurunkan pasukannya untuk menahan perlawanan yang dilakukan oleh Sulong Barat dan kawan-kawan. Inilah awal mulanya perang Sunggal.

25 Oktober 1873 (13 Zulhijah 1271 H) - Sultan Mahmud mangkat dalam usia 44 tahun dan dimakamkan di lingkungan Mesjid Raya Al Osmani Labuhan Deli dan diberi Gelar Marhum Kota Batu. Pada masa pemerintahannya Beliau membangun sebuah Istana yang dinamakan Istana Kota Batu tepatnya di depan Mesjid Raya Al Osmani Labuhan Deli. Beliau digantikan oleh puteranya Sultan Ma’mun Al Rasyid sebagai Sultan Deli IX.

1886 - Pada hari Kamis jam 12 siang tanggal 12 Syakban 1304H (1886), Sultan Deli membangun Kampung Bahari di Labuhan Deli.


Sultan Ma'mun Al Rasyid sebagai Sultan Deli IX

Pada masa pemerintahan Sultan yang dinobatkan dalam usia muda ini, perdagangan tembakau semakin maju dan kemakmuran kesultanan Deli mencapai Puncaknya. Pusat Kerajaan pun di pindahkan ke Medan. 

1886 - Pada hari Kamis jam 12 siang tanggal 12 Syakban 1304H (1886), Sultan Deli membangun Kampung Bahari di Labuhan Deli.


Istana Maimoon 

26 Agustus 1888 - Sultan Ma’mun Al rasyid membangun sebuah Istana megah yang diberi nama Istana Maimoon. Tanggal 18 Mei 1891, setelah istana siap barulah Sultan Ma'mun Al Rasyid pindah dan menempati istana yang baru di tanah bekas konsesi Mabar-Deli Toea.


Tengku Besar Deli Amaluddin

1893 - Putera Sulung Sultan, Tengku Amaluddin diangkat sbg Tsahifah Tjendra selaku Tengku Besar Deli.

1894 - Setelah 3 tahun lebih, Sultan Ma'mun Al Rasyid, pada tahun 1894, Sultan datang ke Laboehan Deli dengan mengendarai gerbong kereta api khusus milik sultan.


Acara Penyambutan Sultan Deli di :Laboehan 1894

17 November1899 - Tengkoe Besar Amaluddin menikah dengan Tengku Maheran, puteri dari Sultan Abdullah dari Perak dan diberi gelar Tengku Mahsuri Negeri Deli.


Tengkoe Besar Amaluddin menikah dengan Tengku Maheran

20 Agustus 1900 - Lahirlah putra Tengkoe Besar Amaluddin dengan Tengku Maheran bernama Tengku Otteman.

16 April 1901 - Tak berapa lama setelah Tengku Otteman lahir, Tengku Maheran pun meninggal dunia.

13 Mei 1903 - Sultan Deli mendirikan Kantor Kerapatan Besar (Kantor Sultan Deli)

Kantor Sultan Deli di Medan

Anggota pengadilan Sultan Deli, di istananya di Medan

Pada masa pemerintahanya Beliau banyak membangun fasilitas umum lainnya untuk kemajuan masyarakat dan membangun Mesjid-Mesjid yang berjumlah kurang lebih sebanyak  800  buah demi kepentingan syiar agama Islam pada saat itu. Atas jasa yang besar kepada Belanda, Sultan Deli pun mendapat penghargaan Knight Order of the Dutch Lion dari pemerintah Belanda.


Penghargaan Knight Order of the Dutch Lion kepada Sultan Ma'moen


1903 - Setelah 3 tahun sepeninggalnya Tengku Maheran,  Tengkoe Besar Amaluddin menikah dengan Encek Maryam yang kemudian digelar sebagai Encek Negara.

16 Maret 1905 - Perumahan keluarga Sultan dan Taman Derikhan di bangun di depan mesjid raya Al Mahsun.


Derikhan Park (Taman Sri Deli sekarang)

12 Nopember 1905 - Mendirikan sebuah Istana baru yang terletak antara Jl. Amaliun dan Jl. Puri yang diberi nama Istana Kota Maksum. selain itu juga Sultan Ma’mun membangun sebuah Mesjid Raya pada tahun 1906 dan diresmikan pada hari Jumat 10 Nopember 1909 yang dihadiri para Sultan antara lain Sultan Langkat dan Sultan Serdang.


Istana Puri Kota Maksum

Istana Tengku Besar deli

2 Oktober 1906 - Tengku Amaluddin menikah lagi dengan adik kandung Tengku Maheran,yaitu: Tengku Chalidjah.

1907 - Acte van Verband kemudian diperbaharui pasal - pasalnya, lahirlah Politiek Contract pada tanggal 2 Juni. Dari pasal - pasal ini lebih banyak menguntungkan pihak Belanda.







20 Desember 1911 - Tengku Otteman berangkat ke Batavia untuk meneruskan pendidikannya dan tamat pada tahun 1918 lalu melanjutkan pendidikan tinggi di bidang hukum dan pemerintahan di LID RAAD VAN JUSTITIE. 

Kunjungan Gubernur Jenderal Fock 1920

1920 - Kunjungan Gubernur Jenderal Fock ke Istana Maimoon.

1923 - Menyambut ulang tahun Sultan Ma’mun Al Rasyid ke 70 Tahun diadakanlah acara besar-besaran di Istana Maimoon. Masyarakat Deli menyambutnya dengan gembira.


Acara besar menyambut 70 tahun usia Sultan

Pemakaman Sultan Ma’mun Al Rasyid

9 September 1924 - Hari Selasa, Sultan Ma’mun Al Rasyid mangkat dan dimakamkan di Mesjid Raya Al Mashun. Beliau mangkat dalam usia 71 tahun dan digantikan oleh Putra sulungnya yang bernama Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah sebagai Sultan Deli X.


Prosesi Penobatan Tuanku Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah sebagai Sultan Deli X.


1924 - Paduka Ayahandanya Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah meminta kepada Tengkoe Otteman untuk bekerja di pejabat (Kantor) mahkamah Tuanku Sultan.

1925 - Pada tanggal 7 Mei, Ketika sampai usia Tengku Otteman itu 25 tahun, Paduka ayahandanya berikhtiar untuk memperistrikannya. Maka dilangsungkanlah pernikahan diantara Tengku Otteman dengan Raja Amnah putri dari Raja Chulan Raja Dihilir Negeri Perak (Malaysia). Pernikahan itu berlangsung Agung di dua kerajaan, di deli dan di Perak.


Pernikahan Tengkoe Otteman dengan Tengkoe Amanah. (Kanan) DYTM Raja Culan Perak


12 Maret 1926 - Gubernur Jendral Hindia Belanda mengeluarkan Besluit (Surat Resmi) yang menetapkan Tengku Otteman sebagai Tengku Mahkota.




12 Juli 1926 - Sebulan setelah Tengkoe Otteman diangkat sebagai Tengku Mahkota, maka di Istana Maimoon diadakanlah perayaan besar-besar dengan adat istiadat yang Qanun. Tuan Gewestelijk Sekretaris membacakan surat besluit itu dihadapan kumpulan orang-orang besar, orang bergelar, dan kaum kerabat di balairung Istana. Kemudian surat besluit itu diserahkan oleh Tuan Gubernur Jenderal Hindia Belanda kepada Tengku Mahkota yang sedang bersemayam diatas Pelaminan bertingkat 7, yang berwarna kuning bersendi hijau. Kemudian dititah menghadap Datuk Seri Indera Pahlawan Wazir Serbanyaman untuk membacakan Surat Cindra gelaran yang isinya sebagai berikut:


Perman Sahifah Angkatan

Bahwa kita Seripaduka Tuanku Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah, yang bertahta dan memerintah kerajaan didalam negeri Deli serta daerah rantau jajahan takluknya. Seketika semayam di Istana Maimoon adanya. Setelah membaca risalah persembahan orang besar-besar wazir kita yang didalam kerajaan negeri deli serta daerah rantau jajahan kita yang bertanggal 1 hari bulan november 1925

Dan mendengar lagi permusyawaratan sekata taswar sembahnya yang disuntingkan bersuara pada risalah itu menyambung perjalinan yang bersambutan dengan surat yang sudah qanun didalam kerajaan yang dimaklumkan bertambat-tambatan adat yang diistiadatkan dari zaman purbakala. Bahwasanya putra kita yang sulung bernama Tengku Otteman sepanjang tilikan pemandangan orang besar-besar wazir kita itu yang putra kita itu baik perlakuannya dan sejahtera perangainya. Maka dengan kenyataan itu dipohonkan oleh orang-orang besar wazir kita didalam masa yang jernih ini ditetapkan akan jadi ganti kita ini yang bertahta dan memerintah kerajaan didalam negeri deli serta perdaerahnya rantau dijajahan takluknya pada akhir kita adanya.

Bahkan kalam perkataan yang matang itu cemerlang sinarnya dizihin kita yang bersih membuka pintu buat kita yang ikhlas mengikut mengabulkan sebagai maksud dimastur dipermohonan orang besar-besar wazir kita itu dengan menepati jalan-jalan saluran yang sudah di ma’tabarkan oleh Almarhum Seripaduka Sultan yang dahulu. Istimewa pula yang Seripaduka Tuan Besar Gubernur Pesisir Timur. Pulau pertja telah sepakat dengan setuju perihal dibebankan lembaga itu akan diletakkan diatas diri putera kita sebagai yang diwartakan. Tambahan lagi dengan kebenaran yang dipertuan besar Gubernur Generaal tanah Hindia Nederland sebagaimana yang berlukis sabdanya pada syatar sijil yang mubarak besluit angkatan bagi putra kita itu yang bertarikh 12 hari bulan maret tahun 1926 no. 2 adanya

Syahdan oleh karena sudah takhsis perihal itu tsabit qararlah paham kita dengan timbangan yang mustahak limpah kurnia kita mengangkat serta menggelari putra kita itu dengan gelaran Tengku Mahkota Kerajaan Negeri Deli dengan meneguh sebagai keteguhan menyimpulkan rahim ihsan kita bagi putra kita itu manakala kita keuzuran atau ketakdiran Tuhan yang maha kuasa Khalikul Asja’i maka putra kita itulah jadi badan ganti kita menjadi Sultan Negeri Deli, karena itu di’itibarkan lagi kepadanya suatu nasehat yang muslihat seyogya bersunggu-sungguh tak dapat tiada hendaklah mengekali memegang sifat resmi raja-raja bertabi’at yang terlebih baik lagi yakni suka berbuat bakti dan bertertib kelakuan yang lemah lembut, santun, sopan, yakin, setia, rajin. Tulus ikhlas kasih dan sayang kepada hamba rakyatnya yang berpanjang-panjangan mencari keselamatan nama yang harum agar kelak dapat dipuji dibelakang hari. Wabillahi’taufik walhidayat Intahil’kalam adanya.

Termaktub di Istana Maimoon
Pada 12 hari bulan Juli 1926
Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah



Seketika setelah tamat bacaan Surat Cindra gelaran itu Bentara Kiri memberikan tanda alamat untuk menembakkan mariam sebanyak 7 das. Selesai daripada itu Tengku Mahkota berangkat turun dari Balairung Istana menuju Panca Persada diiringi oleh orang besar-besar, anak-anak raja agar dimuktabarkan lantik gelaran itu kepada sekalian hamba rakyat. bentara kiri berseru kepada sekalian mereka itu untuk mengangkat sembah, kemudian berangkatlah Tengku Mahkota menuju Mesjid Raya kota Ma’sum untuk sholat dan ziarah kubur lalu kembali pulang ke istana untuk Jamuan santap. Acara ini dihadiri juga oleh controleur C.J. Batenburg, controleur W. Huender dan controleur L.C. Heyting.

13 Juli 1926 - Diadakan pula Istiadat penganugerahaan Gelar kepada Raja Amnah (Istri Tengku Mahkota) bergelar “Tengku Puan Indera” dengan upacara kebesaran sebagaimana yang dilakukan.

Tengkoe Otteman bersama istrinya


Tengkoe Amaruddin - Putra Kedua Sultan Amaluddin

16 Mei 1931 - Dengan kurnia dan kebenaran Paduka Ayahandanya berangkatlah Tengku Mahkota bertamasya ke eropa bersama dengan Putera Mahkota Serdang Anwar dan adindanya Tengku Amiruddin. Kemudian mereka menghadap Ratu Wilhelmina dan keluarganya. Tengku Mahkota juga mengunjungi Negeri Mesir dan lain-lain tempat di Egypte.

Sept 1931 - Kunjungan Tengkoe Ottoman ke pabrik cerutu
Karel I di Endhoven

Tengkoe Ottoman bersama Pangeran Belanda

Tengkoe Ottoman bergondola mengitari sungai
ditemanioleh Mr./Mrs Goeyon (1931)

1934 - Pada tanggal 26 Januari, Tengku Puan Indera mangkat dalam keadaan hamil. Almarhumah dikebumikan dimesjid raya Al Mashun. Dari pernikahannya dengan Tengkoe Otteman memiliki 4 orang Putri.

1935 - Pada tanggal 11 April, Paduka Ayahandanya meminang Putri Harun Al Rasyid Raja Kechik Sulung, adinda dari Sultan Perak. Putri itu bernama Raja Nor Shida adinda dari Raja Nor Aziah istri Tengku Amiruddin (Adinda Tengku Mahkota). Perkawinan antara Tengku Mahkota dan Raja Nor Shida dilangsungkan meriah. Kemudian setelah itu Raja Nor Shida digelar “Tengku Puan Besar” dan Istri Tengku Amiruddin diubah gelar menjadi “Tengku Puan Bongsu”. Dari pernikahannya ini Tengkoe Otteman mendapatkan seorang putri. Untuk meneruskan garis keturunan Sultan Deli dan penerus Kesultanan Deli, Tengkoe Otteman Sani menikah lagi dengan Encek Maryam dan dari istri ketiga inilah Tengkoe Otteman mendapatkan Putra yang kelak meneruskan Kesultanan di Negeri Deli, dia adalah Tengku Azmy.

16 Agustus 1934 - Tengku Mahkota berangkat ke Pulau Pinang (Malaysia) terus menuju Kuala Kangsar, Perak (Malaysia) untuk menitipkan putra-putri nya disana karena Tengku Mahkota harus menemani Ayahandanya ke Betawi dalam rangka Perayaan upacara jubli Ratu Wilhelmina.

Penghargaan Knight Order of Oranje Nassau diberikan kepada
Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsjah


1945 - Sultan Amaluddin Mangkat dan di makamkan Komplek pemakaman Sultan di areal lingkungan Mesjid Raya Al Mashun. Sultan Otteman Al Sani Perkasa Alam diangkat menjadi Sultan Deli keXI pada tahun 1945,walau pada dasarnya Indonesia sudah merdeka kedudukan Sultan itu hanya merupakan Kepala Adat, namun keberadaan Sultan Deli masih di hormati sampai sekarang.


Sultan Ottoman Al Sani Perkasa Alamsyah
Sultan Deli keXI

1946 - Maret 1946 setelah kemerdekaan Indonesia, meletusnya revolusi sosial di Sumatera Timur yang tidak terlepas dari sikap sultan-sultan, raja-raja dan kaum feodal pada umumnya, yang tidak begitu antusias terhadap kemerdekaan Indonesia karena setelah Jepang masuk, pemerintah Jepang mencabut semua hak istimewa kaum bangsawan dan lahan perkebunan diambil alih oleh para buruh. Kaum bangsawan tidak merasa senang dan berharap untuk mendapatkan hak-haknya kembali dengan bekerja sama dengan Belanda/NICA, sehingga semakin menjauhkan diri dari pihak pro-republik.
Sementara itu pihak pro-republik mendesak kepada komite nasional wilayah Sumatera Timur supaya daerah istimewa seperti Pemerintahan swapraja/kerajaan dihapuskan dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dengan semangat perjuangan kemerdekaan. Namun pihak pro-republik sendiri terpecah menjadi dua kubu; kubu moderat yang menginginkan pendekatan kooperatif untuk membujuk kaum bangsawan dan kubu radikal yang mengutamakan jalan kekerasan dengan penggalangan massa para buruh perkebunan. Kubu yang radikal inilah mulai menyerang kesultanan-kesultanan yang ada di Sumatera Timur. Istana dan kerabat kesultanan Deli selamat dari revolusi ini karena di Medan dan sekitarnya masih banyak benteng-benteng sekutu.

Sultan Otteman dan istrinya

1967 - Pada tahun-tahun berikutnya Sultan Deli terus melaksanakan kekuasaannya sebagai Kepala Adat. Sultan Otteman Al-Sani Perkasa Alamsyah mangkat pada Usia 67 di Kuala Lumpur Malaysia dan di makamkan di Komplek Pemakaman Sultan Deli di Mesjid Raya Al Mashun Medan. Sultan Otteman setelah mangkat diberi gelar "Marhom Tawakkallah".




Sultan Azmi Perkasa Alamsyah  
Sultan Deli XII dan Penguasa tertinggi 
Adat Istiadat Melayu di Deli



1967 - Sultan Azmi Perkasa Alam menggantikan Kedudukan Ayahndanya Sebagai Sultan Deli dan Penguasa tertinggi Adat-Istiadat Melayu Deli. Sebagai Sultan Deli ke XII selain sebagai Kepala Adat juga duduk sebagai unsur berbagai Organisasi Sosial ,Pendidikan dan Budaya juga duduk sebagai anggota DPR/MPR RI selama dua priode, sebagai catatan Beliau juga sebagai salah seorang pendiri Universitas Amir Hamzah.


30 Agustus 1966 - Putera Sultan Azmi lahir dengan nama Otteman III Mahmud Ma'amun Padrap atau yang sering dipanggil dengan nama Tito Otteman. Lahir di Kuala Lumpur, Malaysia.


Sultan Azmi Perkasa Alam Al-Haj

4 Mei 1998 - Sultan Azmi Perkasa Alam mangkat di Jakarta pada tanggal  pada usia 62 tahun dan di makamkan di Komplek Pemakaman Sultan di areal Mesjid Raya Al Mashun Medan.


LetKol(Inf) Tuanku Sultan Otteman III Mahmud 
Ma'amun Padrap Perkasa Alam Shah 
Sultan Deli XIII

1989 -Tengku Otteman Mahmud Paderap tamat dari pendidikan Akademi Militer Magelang, dan ditempatkan di Kodam VII Wirabuana. Dari pernikahannya dengan Ir. Hj. Siska Marabintang, dia memperoleh dua orang anak, Aria Lamanjiji dan Zulkarnain Otteman Mangendar Alam.

5 Mei 1998 - Setelah Sultan Azmi mangkat, putera sulungnya Sultan Otteman Mahmud Paderap Perkasa Alamsyah menggantikan kedudukan Paduka Ayahndanya sebagai Sultan dan Kepala Adat yang ke XIII.
Beliau tidak dapat sepenuhnya memimpin pelaksanaan adat yang berlaku di Negeri Deli sebagai mana yang telah dilakukan oleh para pendahulunya, hal ini disebabkan tugas Beliau sebagai TNI yang pada saat itu berpangkat MAYOR INF dan bertugas di KODAM VII WIRA BUANA Sulawesi, oleh karena itu seluruh kewajiban di Deli sementara waktu diwakilkan kepada wakilnya beserta Datuk Empat Suku.

28 Agustus 1998 - Anak Sultan Otteman Mahmud Paderap Perkasa Alamsyah lahir dengan nama Tengku Aria Lamanjiji di Makasar, Sulawesi Selatan.

21 Juli 2005 - Sultan Deli Otteman Mahmud Padrap mangkat pada tanggal 21 Juli 2005 di Lhokseumawe dalam kecelakaan pesat terbang CN 235 versi Militer dan dimakamkan di Komplek Mesjid Raya Al Mashun, Beliau mendapat Bintang Jasa antara lain;
SL SEROJA
SL GOM RAKSAKA DARMA
SL DWIYA SISTHA
SL KESETIAAN VIII TAHUN
SL DARMA NUSA

Jabatan terakhir Sultan Deli ke XIII dalam Militer adalah Komandan Batalyon 312/KH BRIGIF 15 KODAM III Siliwangi ,Subang Jawa Barat.

Kesultan Negeri Deli telah kehilangan Seorang Sultan yang telah mengabdikan hidupnya kepada Kesultanan Deli pada khususnya dan Bangsa yang kita cintai ini pada umumnya.Beliau gugur sebagai Kesuma Bangsa untuk mempertahankan kesatuan republik Indonesia.

22 Juli 2005 - Sekitar pukul 23.00 WIB di ruangan khusus yang ada di Istana Maimoon, Datuk 4 Suku mengambil keputusan bahwa Tengku Mahmud Aria Lamanjiji Perkasa Alam diangkat menjadi Sultan Deli yang ke XIV. Dikarenakan Sultan masih berusia 8 tahun maka pemangku kerajaan Sultan Deli adalah Wali Sultan Raja Muda Tengku Hamdy Osman Deli Khan


Jenazah Sultan Deli XIII disemayamkan di Istana Maimoon
Raja Muda Tengku 
Hamdy Osman Deli Khan

23 Juli 2005 -  Keesokan harinya, penabalan di mulai pukul 10.30 Sultan dibawa ke ruangan Balairung dan langsung menyembah kepada Sultan lama dan dilanjutkan untuk duduk dikursi kuning. Acara dilanjutkan dengan penyerahan Pedang Bawar kepada Sultan baru. Setelah menerimanya Sultan mencabut pedang tersebut dari sarungnya dan mengucapkan sumpah didalam hati. Baru diteruskan dengan pemberian sebilah keris kecil Gading berlapis emas dan membacakan surat Ceri bahwa resmi telah diangkat menjadi Sultan. Berakhirnya upacara penabalan akan di ucapkan Daulat Tuanku 3X dalam istilah menjunjung nama raja.

Aji, Sultan Termuda dalam sejarah Kesultanan Deli
Arakkan Jenazah Sultan Deli XIII menuju Mesjid Al Mashun

Seperti tradisi turun temurun "Raja Mangkat Raja menanam" adalah bila seorang Raja meninggal maka yang menguburkannya harus Raja pula dan setelah penobatan Arya sebagai Sultan Deli XIV maka jenazah perwira TNI yang beristeri putri "angin mamiri" anak mantan Pangdam VII Wirabuana dan gubernur Sulawesi Selatan tersebut baru dimakamkan dihalaman Mesjid Raya Al Mashun, Medan. Pemakaman dilaksanakan secara militer dihadiri Pangdam Siliwangi Mayjen TNI Sriyanto, para pejabat Sumut, Kota Medan, ribuan masyarakat Melayu dan para kerabat Istana.


Photo resmi Sultan Deli XIV

4 komentar:

  1. >>"Semoga cerita dan sejarah tentang kebesaran Kesultanan Deli yang ada di Medan tidak terlupakan oleh para generasi muda kita". Dan para pejabat yang menduduki jabatan di pemerintahan ini mau menjaga dan melestarikan serta membantu dengan segenap kekuatan agar sejarah ini tidak terlupakan begitu saja. SEMOGA....

    BalasHapus
  2. saya bangga menjadi warga deli...
    meskipun saya berdarah jawa - deli ....

    daulat tuanku !!!!

    BalasHapus
  3. jangan sampai negara menjadi penindas bagi sejarah bangsanya sendiri, justru negara harus memperkuat dan mengukuhkan sejarah agar generasi selanjutnya tidak lupa sejarah dan bangga akan sejarahnya..

    BalasHapus
  4. Sebenarnya Tengku Abdul Rahman gelar tumenggung anak ke3 dari Sultan osman perkasa alam syah, adalah data yang salah nama asli yg benar dan sesuai dengan data yg lengkap dan sah adalah Tengku Abdurahman gelar tumenggung dan ia adalah anak pertama dari Sultan Osman perkasa alam Syah saya mempunyai data nya yg lengkap dan legal dan seharusnya yg menjadi sultan pada masa itu adalah unyang buyut saya Tengku addurahman!!!! Saya mempunyai data lengkap nya

    BalasHapus

Translate