Queen Wilhelmina of the Netherlands' and
Duke Heinrich of
Mecklenburg-Strelitz
|
Pasangan ini menikah pada tanggal 7 Februari 1901 di The Grote of Sint-Jacobskerk di Den Haag di Belanda. Setelah pernikahan, Heinrich menjadi Pangeran Belanda dan juga dikenal dengan versi Belanda namanya - Hendrik. Wilhelmina memutuskan bahwa rumah kerajaan Belanda akan tetap House of Orange-Nassau dan tidak berubah ke House of Mecklenburg-Schwerin. Meskipun pernikahan adalah satu damai, Wilhelmina dan Hendrik tumbuh terpisah karena mistisisme agama dan ketidaksetiaan dan frustrasi atas kurangnya peran resmi di Belanda.
Peresmian Ratu Wilhelmina 17sept1901 |
Raja Willem III adalah raja ketiga dari Belanda, dan telah menikahi sepupunya Sophie dari Württemberg pada tahun 1839. Pasangan itu memiliki tiga anak laki-laki, Willem (1840-1879), Maurits, (1843-1850), dan Alexander (1851-1884), Ratu Sophie telah meninggal pada tahun 1877 dan Willem sangat ingin menikah lagi.
Setelah mempertimbangkan beberapa putri lain, Willem yang berusia 62 tahun pada saat itu menikahi Putri Emma dari Waldeck dan Pyrmont yang berusia 21 tahun. 19 bulan kemudian, Putri Emma melahirkan Wilhelmina yang lahir pada 31 Agustus 1880 di Istana Noordeinde di Den Haag, Belanda. Pada saat kelahirannya, Wilhelmina sangat beruntung sekali kali penerus kerajaan Belanda pada saat itu hanyalah dia, ketiga kakak dan pamannya Pangeran Frederick dari Belanda sudah meninggal. Wilhelmina adalah pewaris tunggal.
Raja Willem III meninggal pada tanggal 23 November 1890, sehingga Wilhelmina yang pada saat itu berusia sepuluh tahun menjadi Ratu. Sampai Wilhelmina berusia 18 tahun, Ratu Emma menjabat sebagai bupati. Pada tanggal 6 September 1891, ketika Wilhelmina berusia 18 tahun, peresmian nya diadakan di Nieuwe Kerk di Amsterdam.
Setelah menikah maka pada tanggal 17 September 1901, Wilhelmina pun dinobatkan sebagai Ratu Belanda. Pada pidato penobatannya ini, Wilhelmina menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa
pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld)
terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan
moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias
Van deventer yang meliputi:
- Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian.
- Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.
- Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda
ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa
waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus
politik etis ini.
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah
Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan
emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda
untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa
Indonesia.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan
sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan
pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat
berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri
Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun
1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat
biasa yang hampir merata di daerah-daerah.
Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam
pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan
pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan
diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha
menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan
mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan
menuntut pendidikan ke arah swadaya.
Pelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik.
Kalangan Indo, yang secara sosial adalah warga kelas dua namun secara hukum termasuk
orang Eropa merasa ditinggalkan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan
karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan kepada kalangan
pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke
tempat itu, sementara pilihan bagi mereka untuk jenjang pendidikan lebih tinggi
haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal.
Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses
pelaksanaan politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang
memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya
politik etis ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia Belanda (Indiers), yang
di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers).
(http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Etis)
YUK !!!!! buruan gabung dan menang kan total hadiah ratusan juta rupiah setiap hari nya hanya di s1288poker agent poker terpecaya .... cuma di sini tempat nya kamu bisa menunjukan kehebatan kamu dalam bermain poker yukkkk daftar kan diri anda sekarang juga
BalasHapusterdapat 6 game dalam 1 user id anda loh.... WA : 081910053031
jangan lewatkan kesempatan dapat keuntungan ratusan juta rupiah setiap hari dari situs resmi terpercaya MEGAPOKER88 daftar dan main sekarang juga
BalasHapus