Kontrolir di Karolanden |
Karena semakin pesatnya ajaran islam yang dibawa dan didukung oleh para sultan melayu di wilayahnya di Sumatra Timur, untuk mengantisipasi hal ini pemerintah Belanda melakukan politik kristenisasi yang tujuannya menjadikan daerah Tapanuli Utara, Tanah Karo, Simalungun dan Dairi menjadi wilayah Buffer (daerah penyangga) antara wilayah islam di Aceh dan wilayah islam di selatan Sumatera.
Melihat hal ini pemerintah kolonial pun memberikan konsesi penyebaran agama kristen kepada Rheinische Mission Gesselschaft (RMG) dari Barmen dan untuk wilayah Tanah Karo dan Simalungun (Karolanden), Belanda memberikan bantuan kepada Nederlansche Zending Genoopschap (NZG) dari Rotterdam yang sepenuhnya biaya dibantu oleh Perkebunan Deli Maatschappij.
Untuk mengamankan politiknya ini, maka pemerintah Hindia Belanda pun menempatkan pembesarnya yang khusus mengurusi masyarakat batak yang disebut Controluer voor Bataksche Zaken. Dalam buku The early years of a Dutch colonial mission: the Karo field Oleh Rita S. Kipp, menyatakan bahwa ada 2 misi dari kontrolir ini, yaitu membuat perlindungan terhadap perkebunan-perkebunan yang menguntungkan di Deli karena adanya pembakaran bangsal-bangsal yang disebabkan oleh perang Aceh dan misi kristenisasi wilayah Batak yang masih beragama perbegu. Dalam buku ini juga tercatat bahwa Carel Westenberg diangkat sebagai kontrolir khusus batak pertama.
Menurut catatan sejarah Karo, untuk memperkuat misinya, maka Carel pun menikahi wanita Karo yang bernama Negel br Sinulingga. Dia berasal dari urung kesain Rumah Bangun kuta Lingga. Negel br Sinulingga bertemu dengan suaminya pertama kali di suatu acara pengadilan. Mereka mempunyai sebuah perusahan tembakau bernama Senembah Company.
Dan pada tahun 1893, diangkat juga yang serupa didaerah Damak Jambu (Serdang), yang menangani urusan-urusan orang-orang Karo dan Simalungun di Hulu Serdang dan Padang Bedagai agar mau masuk Hindia Belanda.
Pada tahun 1910 - 1913, menurut laporan timbang terima dari S.Van Der Plas, masa itu beliau menjadi assisten residen untuk Deli dan Serdang, menyatakan bahwa pengaruh islam lebih berhasil dibandingkan oleh Nederlansche Zending Genoopschap. Untuk mengantisipasi hal ini, maka Belanda pun melakukan politik adu dombanya yaitu memperbesar permusuhan antara suku Karo, Simalungun dengan suku islam melayu di pesisir. Sedangkan Belanda berpura-pura menjadi penengah dari pertikaian ini. Seperti di Serdang, Belanda meminta ditempatkan seorang zending pendeta sebagai penasehat kepada Sultan di Kerapatan serdang. Hal ini ditolak mentah mentah oleh Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah. Karena perkembangan dakwah islam di wilayah Serdang pada waktu itu sangatlah pesat. Apalagi setelah sultan membiayai perkumpulan Syairus Sulaiman, yang mana mufti Kerajaan Serdang, Syech Zainuddin, duduk didalamnya bersama Tengku Fachruddin untuk memajukan perkembangan islam di Serdang.
Ditanah Karo, Carel Westenberg turut berperan mendamaikan Sibayak Pa Mbelgah Purba dan Sibayak Pa Pelita Purba, Raja Kabanjahe yang bertikai di awal abad 20. (Belanda memutarbalikkan fakta ini agar bisa menduduki Kabanjahe dan Tanah Karo. Padahal menurut beberapa informasi, yang mendamaikan kedua Sibayak itu adalah anak berunya).
0 komentar:
Posting Komentar