Setelah terjadinya perang Sunggal, Sultan dan Belanda merasa perlu dibangun pertahanan yang kuat atas ancaman baik dari luar maupun dari dalam wilayah kekuasaan kesultanan Deli. Dipersimpangan antara pertemuan dua sungai Babura dan Deli dibangunlah benteng-benteng yang gunanya untuk asrama belanda dan pergudangan persenjataan.
Untuk menuju ke benteng-benteng tersebut, Belanda membangun pertama sekali sebuah titi yang sekarang sering disebut titi SUKA MULYA tepatnya sekarang titi tersebut berada di Jalan Palang Merah Medan.
Peta Titi Soeka Moelya |
Benteng Belanda |
Bangunan benteng dengan bagian depan menghadap ke jembatan Jalan Raden Saleh (sekarang menjadi bagian dari pasar swalayan Grand Palladium).Terakhir bangunan benteng ini dikelola bagian Peralatan Daerah Militer (Paldam) Bukit Barisan hingga tahun 1960-an. Sedangkan di tapak tanah Balaikota Medan sekarang, dulunya merupakan gedung Dinas Kesehatan Daerah Militer (Diskesdam) Bukit Barisan. Sementara di bagian belakangnya, hingga ke pinggiran delta dua aliran sungai kompleks perumahan perwira menengah (Pamen).
Markas Belanda 1885 |
Pada bagian dalam bangunan benteng (loji) (sekarang bangunan Wisma Benteng) sebagai pengganti Balai Prajurit yang sekarang Bank Central Asia (BCA) di Jalan Bukit Barisan depan Kantor Pos Besar Medan mengarah ke stasiun. Sedangkan di bagian dalam benteng dulunya menjadi komunitas hunian warga Maluku asal Ambon yang diduga sebelumnya mereka anggota KNIL Belanda.
Officer Belanda 1893 |
Peta Militair Kamp Medan 1895 |
Rumah Komandan Militer 1880 |
Begitu juga dengan barisan rumah toko (Ruko) di Jalan Raden Saleh, sebelumnya merupakan bangunan rumah terbuat dari kayu/papan, di kiri/kanan dan depan bangunan dikelilingi halaman yang luas. Bangunan rumah tersebut, merupakan hunian perwira Kodam Bukit Barisan.
Kondisi Kampung Benteng |
Terdapat ruas jalan dari Jalan Raden Saleh menuju ke ruas Jalan Ahmad Yani VII, sebelumnya Jalan Kebudayaan, yakni Jalan Mayor yang merupakan jenjang kepangkatan disandang Tjong A Fie warga turunan Tionghoa yang dipercaya Belanda menjadi pimpinan etnisnya. Jenjang kepangkatan Tjong A Fie bermula dengan Jalan Letnan (sekarang Jalan Bandung) di kawasan Pecinan (China Town) dan Jalan Kapten, berganti nama menjadi Jalan Pandu dan terakhir Jalan Hj. Ani Idrus.
Dipercaya, pemerintahan Hindia Belanda dengan andalan kekuatan militer, terpusat di seputar Jalan Diponegoro, sebelumnya bernama Jalan Yogya dan sewaktu zaman Belanda dinamakan “Manggaland Straat”, karena di sepanjang jalan tersebut tumbuh subur dan berbuah mangga. Kemudian Jalan Imam Bonjol, dulunya Jalan Jakarta.Di seberang jalan bangunan benteng arah ke Petisah, dihubungkan dengan jembatan lengkung yang unik dan khas, memasuki Jalan Gatot Subroto dan persimpangan Jalan S. Parman, dulunya terdapat pasar kecil yang dinamakan “Pajak Bundar”, karena bentuknya memang bundar dan kini menjadi taman bunga dan air mancur serta dihiasi patung Guru Patimpus sebagai pendiri “Kampung Medan”.
selamat siang, mohon maaf arsip atau sumber apa yg digunakan dalam penulisan artikel ini ?
BalasHapus